umbi-teratai-gambSudah sering kita mendengar beragam jenis keripik seperti: talas, bentoel, ketela pohon, gayam, gadung, kentang, dan beberapa jenis buah-buahan. Namun rasanya masih belum banyak orang yang pernah merasakan nikmatnya Keripik Umbi Teratai.

Camilan yang langka karena untuk mendapatkan umbinya memang cukup sulit, sehingga keberadaanya nyaris tidak pernah terekspose. Menurut penuturan kakek buyut saya dulu, konon makanan ini hanya boleh dikonsumsi oleh para bangsawan kerajaan saja.

Umbi teratai–ditempat kelahiran saya disebut ganung, sedangkan di Jepang dikenal dengan nama renkon– memang tertanam didalam lumpur didasar telaga atau danau. Jika sebuah danau atau telaga airnya puluhan tahun tidak pernah kering maka kita bisa memperkirakan besarnya umbi, kedalaman umbi dan betapa susahnya kalau kita mengambilnya. Karena susah dipanen namun kelezatannya yang luar biasa menyebabkan produk olahan berupa keripik konon merupakan camilan khusus bangsawan. (kita tentu fahami ini perilaku feodal yang dikembangkan untuk membuat stratifikasi makanan enak untuk kelas sosial tertentu).

Terus terang saya makan keripik ini hanya sekali, dan hanya 3 potong saja, waktunya sekitar 25 tahun yang lalu. Ceritanya pada waktu itu karena kemarau panjang sehinga telaga di tempat nenek saya airnya kering. Untuk mendapatkan air beberapa tetangga membuat sumur didasar telaga. Pada saat menggali dengan kedalaman 2-3 meter mereka menemukan umbi teratai. Karena umumnya ini hal baru didesa maka beberapa orang akhirnya tergerak untuk membuat sumur dan mengambil umbi ditelaga ini.

Bentuk dari umbi mirip timun mas, biasanya berwarna krem. Bila kita potong melintang maka akan ada lubang-lubang yang membentang seperti rongga udara. Kalau sudah cukup umur umumnya lubangnya berjumlah 9 buah (ada maknanya nggak ya….??). Untuk membuat keripik dari umbi ini secara umum tidak berbeda dengan pembuatan jenis keripik yang lain. Umbi ini diiris tipis-tipis, dikeringkan dan digoreng menjadi keripik. Tapi rasanya yang tak tergantikan dan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, Rasanya memang terasa exotis di lidah, ueeeenak tenan. he..he..he. Kata orang-orang tua, kelezatanya ini karena telah terendam lumpur puluhan tahun.

Teratai ( Nymphaea sp ) atau di Eropa dikenal dengan Water Lily (mirip bunga Lily) adalah tanaman air yang sudah dibudidayakan oleh bangsa Cina sejak 1200 SM. Selain keelokan bunganya, tanaman ini juga sarat manfaat. Umbi, daun, bunga dan biji teratai dipercaya dapat mengobati pendarahan, keputihan, sakit jantung, insomnia, batuk berdarah, menurunkan panas, menyembuhkan sakit kepala dan diare. Karena umbinya mengandung Mucilage (lendir) yang sarat manfaat sehingga sangat bermanfaat bagi tubuh kita.

Teratai –ditempat saya biasa sebut ketupo– di Indonesia banyak ditemukan tumbuh liar di rawa-rawa, danau, telaga, tambak, dll. Selain itu tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di perairan dan kolam buatan. Diminati oleh para pencinta tanaman hias karena sosoknya yang natural, eksotis dan dekoratif sehingga dapat menjadikan taman lebih semarak sekaligus menyejukkan pandangan mata.

Motivasi banyak orang untuk menanam teratai karena keindahan bunganya, tapi masih jarang orang tahu, kalau bunga surga ini ternyata menyimpan beragam manfaat. Aroma bunganya yang harum semerbak bahkan sudah digunakan dalam pengobatan energi bunga (flower’s Bach Remedies). Aroma teratai dipercaya memiliki kekuatan yang dapat meningkatkan vitalitas dan mempunyai efek menenangkan. Rahasia kecantikan wanita Cina pun tak lepas dari bunga ini, berabad-abad yang lalu wanita Tiongkok menggunakan bunga, benang sari dan putik teratai sebagai bahan baku masker untuk memuluskan wajahnya.

Beberapa bangsa dengan peradaban yang jauh lebih tua dari bangsa kita: Cina, Mesir, Yunani dan India menempatkan bunga teratai sebagai perlambang kesucian. Beberapa mitologi dari bunga teratai pun akhirnya berkembang. Di Cina misalnya, Dewi Kwan Im, dewi welas asih pelindung kaum miskin digambarkan selalu duduk dalam singgasana yang berupa bunga teratai. Di India, mekarnya bunga teratai menjadi perlambang pencapaian kesempurnaan menuju nirwana. Sedangkan di Mesir, bunga teratai melambangkan kelahiran kembali Dewa Osiris.

Untuk kita ketahui, terkadang orang salah menilai kalau teratai itu lotus, padahal lotus berbeda dengan teratai. Keduanya merupakan tanaman air namun mempunyai karakteristik yang berbeda. Lotus memiliki daun dengan batang yang menjulang keluar dari permukaan air sedangkan teratai tumbuh tegak dan daunnya mengapung di atas permukaan air. Daun dan bunga teratai keluar langsung dari rimpangnya yang terikat pada lumpur di dasar kolam, Bunganya harum, umumnya berbunga merah dan putih dan umumnya bisa mekar sehari penuh dari pagi sampai sore hari. (Sha 5 W)

|
This entry was posted on 07.33 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: